Betapa pentingnya peran orang dalam membangun karakter anak-anaknya. Anak-anak tersebut adalah generasi penerus yang diharapkan dapat berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Tulisan sederhana ini akan dibahas mengenai peranan orang tua dalam membangun karakter anak-anaknya sehingga mereka bisa menjadi pribadi yang berkarakter. Yang namanya berkarakter contohnya religius, menghormati orang tua, sopan, percaya diri, bertanggung jawab, jujur, disiplin, mandiri, mau bekerja sama, dan lain-lain.
Sebagai awal, ada rumus 5 + 3 + 3 atau 11 kebiasaan dalam membangun karakter anak.
Yang pertama, terkait dengan 5 sikap dasar yaitu :
1. Membangun sikap jujur dan tulus dengan berani mengatakan mana yang benar dan mana yang salah
2. Terbuka
3. Berani mengambil resiko dan bertanggung jawab dengan membela kebenaran dan keadilan
4. Konsisten terhadap komitmen dengan selalu menepati janji, perkataan sesuai dengan perbuatan
5. Sikap bersedia berbagi
Yang kedua, terkait dengan 3 syarat yang harus dilakukan
1. Dengan niat yang bersih mengawali suatu pekerjaan (Nawaitu)
2. Tidak mendahului kehendak Yang Di Atas agar apa yang kita rencananya mendapat ridho-Nya (Insya Allah)
3. Bersyukur kepada-Nya atas hasil yang didapat, meskipun hasilnya tidak sesuai keinginan (Alhamdulillah)
Untuk melengkapi 5 sikap dasar dan 3 syarat tersebut diperlukan 3 cara sebagai berikut :
1. Mencanangkan hasrat untuk berubah melalui do’a dan ibadah
2. Mewujudkan perubahan dengan memanfaatkan anugrah Ilahi (self awarness, consciousness, imagination, independent will) yang diberikan kepada kita, sebagai pembeda diri kita dengan makhluk ciptaan lain.
3. Siap menjadi suri tauladan
Yang menjadi pertanyaan, karakter tersebut bisa dirubah atau tidak?
Setidaknya ada dua pendapat tentang pembentukan karakter. Pendapat pertama mengatakan bahwa karakter merupakan bawaan sejak lahir yang tidak dapat atau sulit dirubah. Pendapat kedua berpendapat bahwa karakter dapat dirubah atau dididik melalui pendidikan.
Pendapat yang kedua ini sesuai dengan Surat Ar Ra’du ayat 11 yang artinya “..sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri sendiri…”
Konsep pendidikan, sudah ada sejak dulu seperti yang dicanangkan oleh Ki Hajar Dewantoro
Ing ngarso sung tuladha (Di depan memberi teladan)
Ing madya mbangun karsa (Di tengah membangun kehendak)
Tut wuri handayani ( Di belakang memberi dorongan)
Pembinaan karakter harus dimulai sejak dini. Misalnya sejak usia 2 atau 3 tahun kreativitas anak-anak dirangsang melalui dunia bermainnya.
Di sini orang tua harus sabar untuk menerima keadaan anak-anaknya dan tidak mudah mengkritik. Biarkan anak bebas dalam mengungkapkan perasaannya.
Cara lain membiasakan anak rajin bekerja. Anak-anak perlu dilatih tanggung jawab siapa yang menyapu rumah, membuang sampah, memasak nasi, membersihkan rumah, dan sekaligus kamar sendiri tentunya.
Barangkali pada awalnya anak-anak merasa bahwa kita sebagai orang tua yang “jahat”, otoriter, maupun dianggap suka memaksa.
Dan yang jauh lebih penting ajarilah mereka langsung dengan tauladan bukan dengan banyak kata-kata.
“Jangan mengkhawatirkan bahwa anak-anak tidak mendengarkan Anda, kuatirkanlah bahwa mereka selalu mengamati Anda” – Robert Fulghum
Demikian juga sebagai orang tua jangan terlalu mudah melarang tetapi harus mengarahkan. Misalnya anak-anak kecil yang sukanya corat-coret di tembok jangan dimarahi begitu saja. Yang dikhawatirkan ketika umur bertambah, kreativitas mereka justru hilang.
Ada dua hal yang yang harus mulai ditinggalkan orang tua yaitu terlalu memanjakan anak dan kegemaran serba melarang.
Secara umum, karakter anak dibagi menjadi 4, yaitu
1. Anak yang suka mendominasi/mengatur
2. Anak yang suka bergaul
3. Anak yang selalu tenang à teratur, tidak mudah terpengaruh
4. Anak yang teliti (melakukan sesuatu harus sempurna)
Sebagai orang tua kita harus memiliki pendekatan yang berbeda dalam menghadapi karakter anak-anak kita.
Misalnya :
1. Untuk menghadapi anak yang suka mendominasi kita bisa mengajarkan mereka dengan memberikan berbagai tugas yang menantang dan cara menghargai orang lain
2. Untuk menghadapi anak yang suka bergaul kita harus mengenali teman-teman anak kita dan sering mengajaknya berbincang-bincang
3. Untuk menghadapi anak yang tenang kita mengajaknya untuk menyusun rencana bersama-sama serta menamankan mereka untuk menyelesaikan masalah bukan lari dari masalah
4. Untuk menghadapi anak yang yang teliti kita bisa selalu mengingatkan bahwa kesempurnaan adalah milik Tuhan dan tanamkan pada mereka sikap kerja sama maupun bersosialiasi.
Jadi apa yang terjadi pada anak-anak kita sekarang bukan semata-mata bentukan mereka sendiri tetapi banyak dipengaruhi oleh lingkungan, istimewanya lingkungan rumah.
Mengutip pendapat seorang pakar (Dorothy Law Nollte) :
Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar mengendalikan diri
Jika anak dibesarkan dengan motivasi, maka ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan kelembutan, maka ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ia belajar percaya
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menghargai diri sendiri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan kasih dalam kehidupannya
Tauladan, tidak memanjakan, dan tidak mudah melarang menjadi patokan bagi kita bagi orang tua untuk membangun karakter anak-anak kita.
Referensi : Aqib, Zainal. 2011. Pendidikan Karakter : Membangun Perilaku Bangsa. Yrama Widya.
www.pendidikankarakter.com
0 komentar:
Posting Komentar